Sumo Sudarjo Murid dan Anak Angkat Ki Hadjar Hardjo Oetomo
Ilmusetiahati.com – Nama Sumo Sudarjo tercatat dalam sejarah perkembangan Setia Hati (SH) Muda sebagai salah satu murid awal sekaligus anak angkat bungsu dari Ki Hadjar Hardjo Oetomo, pendiri SH. Ia resmi menjadi anak angkat pada tahun 1933, setelah sebelumnya Ki Hadjar Hardjo Oetomo telah mengangkat Soedarso dan Hardjo Mardjoet. Dengan demikian, Sumo Sudarjo menempati posisi anak angkat ketiga dalam keluarga besar Ki Hadjar.
Seiring kondisi kesehatan Ki Hadjar yang mulai menurun pada tahun 1941 hingga 1943, tongkat estafet kepemimpinan dalam SH Pemuda Sport Club (SH PSC) diserahkan kepada Sumo Sudarjo. Ia dipercaya sebagai Hoofd Leider (Ketua Pelatih) untuk melanjutkan pembinaan para murid. Meskipun demikian, Ki Hadjar tetap memberi arahan spiritual, menekankan bahwa pembentukan anggota SH tidak hanya sebatas pada fisik, tetapi juga pada moral dan kerohanian.
Baca Juga : Seluruh Ketua Umum SH Terate
Kiprah dalam Perkembangan Cabang dan Pembinaan Murid
Selain memimpin pelatihan, Sumo Sudarjo juga memperluas jaringan SH. Ia mendirikan cabang di Jalan Ponorogo, Madiun, yang kemudian menjadi pusat kegiatan latihan. Tidak berhenti di situ, ia juga dikenal sebagai salah satu sesepuh SH Terate di Porong, yang memberikan sumbangsih besar dalam membina anggota.
Salah satu murid yang dibimbing langsung oleh Sumo Sudarjo adalah Bapak Kresna Budaya. Di bawah asuhan beliau, Kresna Budaya berhasil mencapai Tingkat III dalam SH Terate. Hingga kini, Kresna Budaya masih diberikan kesehatan, menjadi bukti kesinambungan ajaran antara generasi awal dan penerus.
Peran dalam Perjuangan Kemerdekaan
Sumo Sudarjo tidak hanya dikenal dalam lingkup perguruan, tetapi juga dalam sejarah perjuangan bangsa. Menurut kesaksian H. Sadimin, seorang pendekar sepuh dari Surabaya, yang belajar melalui jalur murid-murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo, Soemo Soedardjo pernah menyampaikan pada anaknya, dan cerita itu diteruskan pada Sadimin. Ia mengatakan bahwa pada 10 November 1945 di Surabaya, Sumo Sudarjo ikut berperan dalam penyobekan bendera Belanda merah-putih-biru hingga menjadi bendera Merah Putih.
Selain itu, tokoh lain yakni Gunawan Pamoedji, murid dan anak angkat Ki Hadjar, juga disebut pernah mendampingi Panglima Soedirman saat bergerilya di Trenggalek melawan Belanda. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan murid Ki Hadjar, termasuk Sumo Sudarjo, turut berperan dalam mempertahankan kemerdekaan.
Periode kepemimpinan Sumo Sudarjo berlangsung dalam situasi yang tidak mudah. Menurunnya kesehatan Ki Hadjar menuntutnya untuk memastikan keberlangsungan kegiatan latihan. Dengan konsistensi dan dedikasinya, ia bukan hanya menjadi pengganti sementara, tetapi juga figur penting yang menjamin nilai-nilai SH tetap terjaga.
Menurut catatan sejarah SH, sejak tahun 1940-an hingga pascakemerdekaan, peran Sumo Sudarjo tidak pernah lepas dari upaya menjaga keberlanjutan organisasi. Ia dikenal tidak hanya sebagai pelatih utama, tetapi juga sebagai penjaga nilai luhur ajaran SH yang menekankan keseimbangan antara kekuatan lahir dan batin.
Kiprah Sumo Sudarjo memperlihatkan bahwa perjalanan SH Terate tidak dapat dilepaskan dari pengaruh murid-murid awal Ki Hadjar. Melalui pembinaan cabang, penguatan organisasi, hingga kiprah perjuangan kemerdekaan, Sumo Sudarjo menjadi salah satu sosok kunci dalam menjaga eksistensi SH di tengah perubahan zaman.
Sebagaimana ditegaskan oleh H. Sadimin, cerita perjuangan Sumo Sudarjo dalam peristiwa 10 November merupakan bukti nyata bahwa anggota SH tidak hanya mengabdi pada perguruan, tetapi juga pada bangsa dan negara. Dengan jejak tersebut, sosok Sumo Sudarjo layak dikenang sebagai bagian dari sejarah panjang perkembangan SH Terate dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga : Mantan Lawyer Punjer Madiun Soroti Kesalahan Kuasa Hukum Baru PSHTPM di Persidangan
Sejarah mencatat bahwa Sumo Sudarjo tidak hanya seorang murid dan anak angkat bungsu Ki Hadjar Hardjo Oetomo, tetapi juga tokoh yang memimpin, membina, serta menjaga ajaran SH agar tetap bertahan lintas generasi. Perannya dalam pendirian cabang, pembinaan murid, serta kontribusinya dalam perjuangan kemerdekaan menunjukkan bahwa warisan ajarannya terus hidup hingga kini.(ikrar,rizki)

