Berita TerkiniTerpopuler

Siti Abidatul Hasanah, Jalan Kaki Yogyakarta ke Madiun untuk Menepati Nadar Lulus 2 Kampus Bersamaan

Ilmusetiahati.com – Siti Abidatul Hasanah, perempuan muda berusia 27 tahun dari Mojokerto, menjalani perjalanan spiritual luar biasa dengan berjalan kaki lebih dari 200 kilometer dari Yogyakarta ke Padepokan Agung Madiun. Aksi ini bukan hanya fisik, melainkan penunaian nadar (kaul) yang dipilih sebagai ungkapan syukur atas kelulusan pendidikannya dan sebagai simbol pengabdian terhadap nilai-nilai Persaudaraan Setia Hati Terate (SH Terate). Dari medan panas, kelelahan fisik, hingga sambutan hangat warga SH Terate di sepanjang jalur perjalanan, kisahnya menyimpan pelajaran mendalam tentang keteguhan, pengabdian, dan arti langkah-langkah kecil dalam membentuk makna besar.

Perjalanan dimulai pada Jumat, 3 Oktober 2025 dari Ranting Sleman, Yogyakarta, menuju Padepokan Agung Madiun. Setelah menempuh perjalanan selama lima hari, Siti Abidatul Hasanah tiba pada Rabu, 8 Oktober 2025, sekitar pukul 17.00 WIB, di Jalan Merak No. 10, Madiun.
Dengan total jarak lebih dari 200 kilometer, ia melintasi jalur antar-kabupaten di Jawa Tengah hingga mencapai wilayah Jawa Timur.

Dalam perjalanannya, Abida menghadapi tantangan fisik berupa kelelahan tubuh, cuaca berganti, dan kondisi jalan yang terkadang berat, namun ia tetap berpegang pada niat dan tekadnya untuk menepati nadar.Sepanjang perjalanan, warga SH Terate yang mengetahui niatnya memberikan dukungan — tempat istirahat, doa, serta pengawalan estafet demi menjamin keselamatan Abida. Di Sragen, Misalnya, ia menyempatkan diri istirahat di Masjid Annur, Kecamatan Masaran, dan disambut oleh pengurus dan warga SH Terate Cabang Sragen.

Baca Juga : Sidang Lanjutan PSHT, Murjoko Nampak Terdiam Selama Persidangan

“Kami menyambut kedatangan adik kita, Siti Abidatul Hasanah, yang dengan niat tulus dan tekad kuat berjalan kaki dari Cabang Sleman menuju Padepokan Agung di Madiun … kami berharap dulur-dulur SH Terate di sepanjang jalur dapat ikut menjaga dan mengawasi perjalanan beliau hingga tiba dengan selamat di tujuan.”

Pengawalan semacam itu terus berlangsung hingga Abida melewati perbatasan antar-provinsi menuju Jawa Timur.

Abida, sapaan akrabnya, lahir dan berdomisili di Desa Kejagan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Meski demikian, Abida berhasil menempuh jalur pendidikan yang ambisius: ia terdaftar sebagai mahasiswa pada Prodi Farmasi Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta (UNU Yogyakarta) dan juga sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Menurut pengakuannya, selama masa kuliah, ia biasa berjalan kaki sekitar 7 kilometer dari rumah ke kampus. Dari pengalaman itu, ia menanam niat atau nazar bahwa jika kelulusannya diridai Allah dan skripsinya berjalan lancar, ia akan menunaikan nadar dengan berjalan kaki dari Yogyakarta ke Madiun.

Doanya terkabul pada Mei 2025, ketika ia dinyatakan lulus. Tak menunggu lama, Abida segera mempersiapkan langkah nadarnya pada Oktober 2025.

“Ilmu tinemu soko laku. Wong yen wani nglakoni soro, bakal tinemu mulyo lan bungah (Ilmu diperoleh dari proses menjalani; siapa yang berani menempuh kesulitan, akan menemukan kemuliaan dan kebahagiaan).”

Dalam konteks organisasi, Abida dikenal sejak tahun 2012 ketika ia diperkenalkan dengan SH Terate melalui ayahnya yang menjabat pelatih bela diri. Setahun kemudian, ia disahkan sebagai anggota resmi SH Terate. Nilai persaudaraan, keikhlasan, dan keteguhan yang ditanam dalam tradisi SH Terate menjadi kerangka hidupnya hingga kini.

Ia menyatakan:

“Menjadi warga SH Terate berarti harus mampu memberi manfaat dan keindahan bagi lingkungan sekitar, bukan hanya sekadar mencari ketenaran.”

Langkah Abida mendapat perhatian dan penghargaan dari jajaran pimpinan SH Terate. Ketua IV Koorbid Pemberdayaan Anggota dan Pengabdian Masyarakat SH Terate Pusat, Riyanto, menyebut perjalanan ini bukan sekadar perjalanan fisik tetapi perjalanan jiwa.
Menurutnya, Abida telah menegaskan filosofi SH Terate bahwa “manusia bisa dimatikan, manusia bisa dihancurkan, tetapi manusia tidak bisa dikalahkan selama setia pada dirinya sendiri.”

“Perjalanan ini mengingatkan kita semua untuk tetap guyub rukun, menjaga persaudaraan, dan menjadikan Madiun sebagai kiblat penggemblengan diri.”

Kedatangan Abida disambut hangat di Padepokan Agung Madiun. Tangis haru, pelukan, dan ucapan selamat menjadi penutup dari perjalanan panjang penuh makna.

Simbolisme dari perjalanan ini sangat kuat: langkah demi langkah menjadi lambang kesetiaan pada niat, pengabdian, dan pengorbanan kecil yang melahirkan makna besar.

Konsistensi terhadap niat dan nazar. Abida merencanakan nadarnya sejak jauh hari dan secara tekun mempersiapkan diri untuk menunaikannya setelah kelulusan.

Pengorbanan demi ilmu. Ia menegaskan bahwa ilmu sejati lahir dari proses perjuangan, bukan dari kemudahan. Kutipan “Ilmu tinemu soko laku…” mencerminkan keyakinan bahwa kualitas ilmu diukur dari upaya, bukan hanya predikat.

Integritas dalam kondisi keterbatasan. Meskipun berasal dari latar ekonomi sederhana, Abida memilih jalan penuh tantangan—berjalan kaki ratusan kilometer—sebagai manifestasi rasa syukur dan keikhlasan.

Penguatan nilai organisasi dan persaudaraan. Dalam setiap titik perjalanan, warga SH Terate memberikan dukungan moril dan fisik. Semangat “awat-awati” atau saling menjaga menjadi nyata dalam aksi bersama.

Simbol keteladanan generasi muda. Langkah Abida menggambarkan bahwa generasi muda yang teguh pada nilai bisa menjadi teladan dalam komunitasnya.

Rute pasti jalur yang dilalui Abida (daftar kota perhentian, kilometer tiap segmen) tidak tercantum dalam sumber yang tersedia.

Belum ada data resmi mengenai pengeluaran logistik, pendampingan medis, atau tim support sepanjang perjalanan selain dukungan warga lokal SH Terate.

Belum diketahui apakah Abida akan melakukan kegiatan lanjutan setelah menunaikan nadarnya, seperti dakwah, pendidikan nilai, atau retracing perjalanan untuk generasi SH Terate lainnya.

Baca Juga : Syarat dan Peralatan Pengesahan Warga Tingkat 1 PSHT (RAHASIA)

Perjalanan spiritual Siti Abidatul Hasanah bukan sekadar mobilitas fisik dari Yogyakarta ke Madiun, melainkan ikon perjuangan kecil yang sarat makna: bahwa keteguhan dalam niat, pengorbanan dalam tindakan, dan nilai persaudaraan dapat menjadikan langkah kecil bermakna besar. Jejaknya mengingatkan bahwa ilmu, ketika dibingkai dengan keikhlasan dan konsistensi, akan menemukan kemuliaannya sendiri. Semoga kisah Abida menjadi inspirasi nyata bagi generasi muda untuk meneguhkan nilai dalam rangka menapaki masa depan dengan ketulusan langkah.(ikrar)

Rizkia Putra

Saya ada seorang jurnalis berpengalaman dalam bidang media dan SEO selama 5 tahun