Perguruan Silat di Magetan Bentrok, Masa PSHT dihadang Masa PSH Winongo
Ilmusetiahati.com – Perguruan silat di Magetan kembali bentrok, Magetan kembali diguncang insiden bentrok antar perguruan silat yang memunculkan kekhawatiran dan keresahan masyarakat. Kejadian ini terjadi pada Minggu, 20 April 2025, sekitar pukul 15.30 WIB, di Jalan Raya Magetan–Madiun, tepatnya di Desa Madigondo, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Peristiwa ini bukan hanya menyorot ketegangan antar kelompok perguruan silat, namun juga menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas keamanan di wilayah Karesidenan Madiun. Insiden yang melibatkan dua rombongan dari arah berlawanan ini bermula setelah digelarnya acara halalbihalal Korlap PSHT Cabang Magetan.
Menurut laporan dari Radar Magetan (Jawa Pos), kericuhan bermula ketika dua kelompok dari perguruan silat berbeda yaitu Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dengan Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo (SH Winongo) yang tengah berada di jalan raya saling berpapasan. Situasi yang awalnya terlihat biasa mendadak berubah menjadi mencekam. Rombongan dari arah berlawanan mulai bersitegang, hingga akhirnya bentrok tak terhindarkan.
Rifky Setiawan, seorang karyawan toko di sekitar lokasi kejadian, mengaku sangat panik melihat situasi yang tiba-tiba berubah menjadi kacau. Ia pun segera menutup toko dan mengevakuasi pelanggan yang masih berada di dalam.
“Bentrok dari dua arah, kendaraan banyak yang putar balik. Kami takut, makanya langsung tutup toko,” ungkap Rifky kepada wartawan Radar Magetan.
Bentrok ini menyebabkan seorang remaja berinisial DAD (17 tahun), warga Kabupaten Madiun, mengalami luka di bagian bibir akibat terkena lemparan batu. Meskipun tidak menimbulkan korban jiwa, peristiwa ini cukup membuat geger masyarakat setempat.
Kapolres Magetan, AKBP Raden Erik Bangun Prakasa, memberikan pernyataan resmi terkait insiden tersebut. Ia menegaskan bahwa situasi kini telah berhasil dikendalikan berkat respons cepat dari aparat kepolisian dan dukungan dari Kodim 0804/Magetan.
Baca Juga : Sejarah Pecahnya Setia Hati
“Ada potensi konflik antar perguruan silat usai acara halalbihalal di Takeran. Berkat kesigapan personel kami dan bantuan Kodim, situasi bisa diredam,” ujar AKBP Erik dalam konferensi pers.
Guna mencegah meluasnya bentrokan, pihak kepolisian dan TNI melakukan penyekatan di sejumlah titik strategis. Sebanyak 200 personel Polri, didukung oleh Brimob 1 SST, serta 1 SST dari Kodim 0804 diturunkan langsung ke lapangan.
Tidak hanya melakukan tindakan pencegahan, AKBP Erik juga menyatakan bahwa pihaknya bersama Kodim akan menggelar pertemuan dengan pimpinan seluruh perguruan pencak silat di wilayah Karesidenan Madiun pada hari berikutnya, Senin (21/4/2025). Tujuannya adalah membangun dialog terbuka dan mencari jalan damai agar peristiwa serupa tidak kembali terulang.
“Kami ingin menyelesaikan masalah ini secara damai agar tak terjadi lagi bentrok di kemudian hari,” tegasnya.
Kondisi di lapangan mulai kondusif setelah sejumlah tokoh dari perguruan silat yang terlibat turut turun langsung untuk menenangkan anggotanya. Dari kubu PSH Tunas Muda Winongo, Agus Wiyono, selaku Ketua Umum, hadir langsung ke lokasi untuk menenangkan massa dan memberikan pengarahan kepada anggotanya agar tidak terprovokasi.
Sementara itu, dari pihak PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate), peran penting dimainkan oleh Zakaria, yang menjabat sebagai Komandan Korlap PSHT Nusantara. Zakaria secara aktif menenangkan para anggota yang berada di lokasi dan mengimbau agar mereka membubarkan diri secara tertib.
Baca Juga. : Susunan Pengurus Pusat PSHT 2021 – 2026
Langkah para tokoh ini sangat diapresiasi karena menunjukkan komitmen nyata untuk mencegah konflik berkepanjangan.
Bentrokan antar perguruan silat di wilayah Jawa Timur bukanlah hal baru. Wilayah Magetan, Madiun, Ponorogo, hingga Ngawi dikenal sebagai basis dari sejumlah besar perguruan silat, terutama PSHT dan PSH Tunas Muda Winongo. Kedua perguruan ini memiliki sejarah panjang dalam dunia pencak silat dan memiliki basis massa yang cukup besar.
Namun, rivalitas yang seharusnya berujung pada kompetisi sehat kerap kali memanas, terlebih saat momen tertentu seperti malam satu suro, hari ulang tahun perguruan, atau kegiatan internal seperti halalbihalal.
Ketegangan sering kali bermula dari hal kecil seperti saling sindir di media sosial, gesekan di jalan, atau interpretasi simbol-simbol kebesaran perguruan yang sensitif. Jika tidak dikelola dengan baik, gesekan kecil ini bisa berubah menjadi bentrok terbuka, seperti yang terjadi di Magetan.
Insiden bentrok perguruan silat Magetan juga menunjukkan pentingnya peran media dalam menyampaikan informasi yang berimbang. Media seperti Radar Magetan (Jawa Pos) berhasil memberikan laporan yang faktual, serta mengedepankan narasi damai dan solusi, bukan memperkeruh keadaan.
Selain itu, peran masyarakat dalam menjaga kondusivitas juga sangat penting. Edukasi kepada generasi muda tentang nilai-nilai silat sebagai warisan budaya, bukan sekadar alat pertarungan, perlu digencarkan.
Pencak silat sejatinya merupakan seni bela diri yang mengedepankan etika, disiplin, dan pengendalian diri. Hal ini tercermin dalam ajaran berbagai perguruan, termasuk dalam buku “Pencak Silat: A Path of Discipline and Heritage” karya H. Djojonegoro, yang menekankan bahwa silat adalah jalan hidup, bukan semata alat konflik.
Setelah insiden ini, ada sejumlah langkah yang dapat diambil sebagai solusi jangka pendek dan panjang:
1. Forum Silaturahmi Rutin Antar Perguruan
Membentuk forum tetap antar pimpinan perguruan pencak silat di wilayah Magetan dan sekitarnya. Forum ini bisa menjadi wadah komunikasi, penyelesaian konflik, dan pembinaan anggota.
2. Pelatihan Damai dan Resolusi Konflik
Dinas pendidikan dan kesbangpol dapat menggandeng perguruan silat untuk mengadakan pelatihan bagi anggotanya, khususnya remaja, tentang bagaimana menyelesaikan konflik tanpa kekerasan.
3. Peningkatan Pengawasan Saat Kegiatan Massal
Aparat keamanan bersama perangkat desa perlu memperketat pengawasan saat ada kegiatan besar perguruan, seperti halalbihalal, pengesahan, atau kegiatan seremonial lainnya.
4. Kampanye Media Sosial Positif
Mengingat banyaknya gesekan yang bermula dari media sosial, dibutuhkan kampanye masif tentang etika digital dan penyebaran konten damai oleh para pendekar muda.
5. Sanksi Tegas bagi Provokator
Pihak kepolisian juga perlu menindak tegas pelaku provokasi, baik di lapangan maupun di media sosial, agar menjadi efek jera dan tidak menjadi contoh buruk bagi anggota lainnya.
Insiden bentrok perguruan silat di Magetan pada 20 April 2025 harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama generasi muda. Pencak silat bukan sekadar alat pertarungan, tetapi simbol kebudayaan, kedisiplinan, dan kehormatan.
Baca Juga : R. Djimat Hendro Soewaro, Pendiri PSHW TM
Mengutip ajaran dari Bapak Edi S. Lukman, dalam bukunya “Filsafat Silat Nusantara”, beliau mengatakan:
“Silat bukan tentang menang atau kalah, tetapi tentang bagaimana seseorang mengalahkan ego dan amarahnya sendiri.”
Jika nilai-nilai luhur ini dipegang teguh oleh semua anggota perguruan, maka bentrok seperti yang terjadi di Magetan tak perlu lagi terulang di masa depan.

